Melukis Pelangi di Ujung Senja
Rania Adzwa namaku. Aku tinggal di sebuah desa terpencil yang jauh dari hiruk-pikuk perkotaan. Usiaku 25 tahun. Usia yang menurut orang-orang tua di kampungku merupakan usia matang untuk segera menikah dan memiliki anak. Namun tidak bagiku. Usia seperempat abad ini merupakan usia matang untuk mewujudkan impian dan cita-cita. Banyak hal yang ingin ku gapai sebelum hadir seseorang yang mengikat diriku untuk tidak lagi bebas mengepakkan sayap kemanapun aku mau. Namun sayangnya angan hanyalah angan. Mimpi tinggal mimpi. Impian masa kecilku untuk menjadi seorang novelis harus terkubur dalam-dalam, terkubur bersama kenangan-kenangan indah yang tertuang di buku harianku. Perlahan, api yang menyala-nyala membakar buku harianku dan meleburkannya menjadi abu. Dengan nafas yang sesak tertahan, mataku tak sanggup lagi menampung genangan air yang mulai membuncah ingin keluar, hingga akhirnya aku menangis tersedu menyaksikan lembaran-lembaran kertas hasil karyaku yang begitu berharga berubah menjadi